Rabu, 06 Juni 2012

Perguruan Tinggi Vs Kualitas Diri


DIBUKANYA pendaftaran masuk di berbagai perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta seakan menjadi suasana “gegap gempita” bagi sejumlah lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA) yang berhasil lulus Ujian Nasional (UN) dan ingin melanjutkan studi di peguruan tinggi. Pasalnya, kebanyakan dari mereka tentu menginginkan kampus yang dianggap berkualitas dan memiliki gengsi yang cukup tinggi. Maka, di situlah terjadi suasana saling berlomba-lomba meraih perguruan tinggi terbaik. 
Akan tetapi, ada hal kurang etis dalam upaya meraih perguruan tinggi yang dianggap bergengsi itu. Karena banyak dari lulusan SMA ini berkantong cukup tebal, mereka bisa meraih perguruan tinggi yang cukup bergengsi, cukup dengan membayar biaya tinggi. Prosedur ujian yang mereka ikuti pun sekadar formalitas belaka. Jalur seperti ini seakan-akan memberi peluang bagi orang kaya yang tidak cukup pintar untuk bisa masuk di kampus favorit.
Sangat disayangkan jika perguruan tinggi masih mencari keuntungan dari hasil pendaftaran calon mahasiswa. Seharusnya, perguruan tinggi menjaring mereka yang memang benar-benar berkualitas yang mampu melewati hasil ujian yang telah ditentukan. Jika tidak, calon mahasiswa yang kaya bisa semena-mena masuk di perguruan tinggi favorit, padahal kualitas mereka sendiri belumlah memenuhi syarat untuk bisa lulus ujian masuk. Selain itu, jika hal ini dibiarkan terus menerus dan tidak segera dihentikan, maka dikhawatirkan akan menghasilkan lulusan mahasiswa “abal-abal” yang hanya numpang gelar sarjana, tetapi “kosong kata-kata”.

Kualitas Diri

Kualitas seorang mahasiswa itu sangat dibutuhkan daripada kualitas perguruan tingginya. Walaupun demikian, akan lebih baik jika kualitas kedua-duanya mampu diraih. Akan tetapi logikanya, perguruan tinggi berkualitas akan memiliki nilai tawar ijazah cukup tinggi daripada perguruan tinggi berkualitas rendah. Maka pertanyaannya, apakah tujuan kuliah hanya ingin mencari ijazah, kemudian digunakan untuk melamar pekerjaan ?
 Sungguh dangkal jika mahasiswa memiliki pola pikir seperti itu. Karena pada dasarnya, tugas mahasiswa tidak semata-mata lulus, kemudian bekerja. Masih banyak tugas mahasiswa yang harus dilakukan. Mahasiswa adalah tonggak majunya sebuah bangsa. Mahasiswa adalah agen perubahan (Agent of Change) yang bertugas menyemangati bangsa bangkit dari tidurnya. Mahasiswa harus mampu menjadikan bangsa ini berkualitas, berkredibilitas, dan berintegritas yang mumpuni, sehingga dalam ranah yang lebih luas akan bisa mengangkat negara dan bangsa ini menjadi lebih maju.
 Di ranah masyarakat, lulusan sarjana dinanti-nantikan untuk bisa membuat perubahan. Seharusnya, jika mahasiswa mengetahui posisi dan peran mereka, maka mereka pun tidak akan bermain-main dalam menuntut studi di perguruan tinggi. Di mana pun mereka berkuliah, mereka selayaknya tidak pesimistis dan tetap semangat belajar, baik itu membaca, menulis, dan berkarya. Sebab, ke depan tanggung jawab mahasiswa akan lebih banyak lagi.

Kesadaran Kolektif

Selain harus selektif dalam memilih perguruan tinggi, lulusan SMA yang akan menempuh kuliah juga harus mengingat biaya yang mereka keluarkan demi meraih perguruan tinggi impian. Terkadang mahasiswa mendaftar di berbagai perguruan tinggi baik negeri maupun swasta sebagai antisipasi ketika tidak lolos di satu kampus, maka masih ada kemungkinan di kampus lain akan diterima. Tindakan ini bagus sebagai dasar antisipasi agar nantinya tetap bisa kuliah. Akan tetapi, sisi buruknya adalah, jika tidak dibarengi dengan kesiapan matang sebelum mengikuti ujian masuk perguruan tinggi, maka dia akan gagak juga di semua pilihan. Akhirnya, dia pun hanya akan menghambur-hamburkan biaya. Mungkin tidak akan menjadi masalah bagi calon mahasiswa yang berasal dari keluarga kaya, tetapi bagaimana dengan mereka yang orangtuanya miskin?

Dengan demikian, diperlukan kesadaran kolektif bagi calon mahasiswa supaya tidak bertindak gegabah. Bagi calon mahasiswa, sebelum mengikuti ujian di perguruan tinggi, diperlukan kesadaran untuk mempersiapkan matang-matang agar nantinya pilihan perguruan tinggi pertama yang menjadi pilihan utama bisa berhasil diraihnya. Persiapan itu bisa berupa belajar latihan mengerjakan soal-soal. Selain itu, persiapan mental pun sangat diperlukan, agar nantinya ketika mengerjakan soal ujian tidak gugup (nervous) dan bisa percaya diri. Tindakan seperti ini lebih efektif daripada harus mendaftar di berbagai perguruan tinggi, akan tetapi kesiapan mengikuti ujian tidak benar-benar serius. Di samping itu, mereka juga tidak susah payah mengeluarkan biaya yang cukup tinggi karena cukup satu perguruan tinggi saja sudah bisa diterima.

Tidak hanya dalam ranah persoalan memilih perguruan tinggi generasi muda dituntut untuk cerdas. Sudah saatnya generasi bangsa ini berpikir kritis, cerdas, dan progresif. Di kampus atau di mana pun, mahasiswa mempunyai peranan penting dalam membangun bangsa dan negara. Berbagai momentum hari nasional, sepertiHari Kebangkitan Nasional (Harkitnas), bisa menjadi penyemangat untuk lebih memperkaya kualitas diri. Caranya, dengan tetap semangat belajar, berkarya, menatap masa depan yang masih begitu panjang. Karena generasi muda adalah garda depan bangsa, untuk selalu ada di depan memerangi tindakan-tindakan destruktif, seperti praktik-praktik korupsi yang semakin membudaya, serta ikut “urun-rembuk” atas pelbagai macam persoalan kekerasan yang tak ada habis-habisnya di negeri ini.

0 komentar: