Lhokseumawe
| Acehtraffic.com - Perubahan pola Kuliah Kerja Nyata [KKN-PPM Unimal]
tahun 2012 dari cet Meulasah ke social mapping potensi gampong di Kota
Lhokseumawe dirundung berbagai masalah, baik kerjasama yang tidak
transparan, isu dimanfaatkan hingga aparat desa menolak gampongnya
disurvey.
Isu yang beredar
melalui pesan singkat [SMS] bahwa LPPM Unimal bekerjasama dengan Pemko
Lhokseumawe pengelolaan anggaran dinilai tidak transparan, meski saat
evaluasi panitia dan LPPM bersumpah demi Allah tidak ada uang dari
Pemko, entah karena Unimal memang tidak pernah transparan sehingga
sulit dipercaya?
Dalam social
mapping pihak LPPM [Lembaga Penelitian Pengabdian Masyarakat] Unimal
bekerja sama dengan Pemko Lhokseumawe memanfaatkan keringat mahasiswa
melalui program KKN PPM tahun 2012. Kritikan tajam mahasiswa terhadap
LPPM Unimal mulai mencuat ke permukaan sehingga evaluasi pun digelar di
Aula Meurah Silu Lancang garam Kota Lhokseumawe, Sabtu, 19 Mei 2012,
pagi.
Dalam evaluasi
tersebut debat kusir memang tidak terjadi, namun mahasiswa seperti
hendak mencari aman. Mereka hanya cenderung duduk diam mendengar
ceramah panitia KKN sembari manggut-manggut meski sesekali tanpa rasa
sungkan panitia menendang mahasiswa dengan kata kata.
Keruwetan
menghadapi pola pikir masyarakat yang cenderung materialistis akibat
desakan ekonomi ditambah dengan isu pesan singkat yang beredar wajar
mahasiswa tersebut untuk mempertanyakan apakah keringat mereka dijual
dan apakah mereka hanya mendapat capek atau hanya sekedar memperoleh
nilai akademik semata? maka mahasiswa meminta Unimal sedikit transparan.
Kehadiran para
NGO lokal maupun asing pasca tsunami 8 tahun yang lalu merupakan akar
dari perubahan pola pikir masyarakat Aceh pada umumnya dan warga Kota
Lhokseumawe khususnya. Mereka dengan membawa sejumlah uang yang tak
kalah banyak dengan hutang negara dikucurkan untuk setiap program mulai
menggali sumur, WC hingga parit warga digaji.
Budaya gampang
mengucurkan sejumlah uang terhadap seluruh program kerja perlahan-lahan
mengubah mindset masyarakat. Budaya gotong royong yang telah mengakar
dari nenek moyang sekarang harus terempas ke laut. Tidak ada upah, ogah
bekerja meskipun untuk pembangunan yang akan bermanfaat bagi dirinya
maupun tetangganya sendiri sekalipun. Seperti menggali selokan yang
berada didepan rumahnya jika tidak diberi upah tak ayal lubang parit
itu mustahil akan tergali, nyan pue peng tamong pue peng teubiet?
Namun sungguh
pun demikian pentingnya komunikasi yang baik harus dijalin dengan semua
pihak agar kesalah pahaman tidak terjadi, disamping itu rendahnya
sosialisasi dan dukungan setengah hati pemerintah setempat sehingga
perubahan pola KKN tidak diketahui oleh publik kota Lhokseumawe yang
yang merupakan objek survey mapping.
Seperti yang
terjadi di gampong Blang Pulo, dosen pendamping lapangan mengatakan
“Blang Pulo memang sangat alergi yang namanya mahasiswa,” ungkap dosen
DPL dalam rapat evaluasi.
Hal senada juga
terjadi di Blang Mangat, pemerintah Gampong itu juga menentang
kedatangan mahasiswa untuk survey mapping “data nyoe data jeh, jakwoe,
hanjeut cok data hinoe” ungkap dosen pendamping itu meniru ungkapan
Keuchik. “kita mapping, bukan me peng [bawa uang] sehingga tidak
diterima oleh aparat desa,” tambah mahasiswa.
Ditentangnya
kedatangan para mahasiswa untuk servey mapping tak terlepas dari sikap
apatis masyarakat Kota akibat sering ditipu oleh mafia proposal, hal
tersebut diakui Lukman warga Meunasah Blang Muara Dua “masyarakat
tanyoe awam sabab tom keunong peungeut le awak peugot proposal, puelom
mahasiswa hana ime proyek jadi hana pue harap,” kata bapak beranak
empat itu.
Menurutnya,
program mapping bagus bila implementasinya mampu dijalankan pihak
Unimal, namun hasilnya tidak lansung bisa dilihat seperti mahasiswa KKN
dulunya “cet Meulasah”, tapi butuh waktu dan dalam survey tersebut
sangat aspiratif melihat pendapatan masyarakat sangat minim
dibandingkan pengeluaran untuk memenuhi kehidupan sehari harinya.
Semua itu tidak
berarti bagi aparat desa yang memikirkan materi seperti yang diberikan
LSM lokal maupun NGO asing pasca stunami telah merubah budaya kita,
awamnya mindset masyarakat kita menjadi alasan paranoid mahasiswa yang
tidak sanggup menghadapi masyarakat. | AT | IS |
0 komentar:
Posting Komentar